Rabu, 26 November 2008

Presentasi kelompok 1 geografi politik


TANTANGAN PASAR BEBAS DUNIA BAGI INDONESIA

Pendahuluan

Sampai dengan PD II 1944, keinginan ekspansi teritorial suatu negara dilakukan melalui adu kekuatan fisik dan senjata. Namun, setelah abad 20-21 ini beralih ke perang dagang melalui liberalisasi ekonomi atau perdagangan dalam kancah “global trade war”. Struktur perekonomian global secara fundamental telah berubah sejak awal 1980-an. Dengan berkembangnya iklim liberalisasi perdagangan dan investasi pada akhir 1980-an dan awal 1990-an yang melahirkan kesepakatan-kesepakatan WTO, AFTA, APEC menyebabkan Indonesia harus mengijinkan impor berbagai komoditi pertanian tanpa bea masuk atau bea masuk rendah yang nyaris menghancurkan pasar dalam negeri terutama komoditi-komoditi pertanian Indonesia. Kurang optimalnya kinerja sektor pertanian dalam 20 tahun terakhir harus menjadi pengalaman pahit bagi Indonesia yang harus dijadikan pelajaran berharga untuk mereorientasi dan mereformasi platform kebijakan pembangunan ekonomi dan pertanian nasional. Pada era Orde Baru, Indonesia termasuk salah satu negara yang berhasil mengantar sektor pertanian, terutama kekurangan beras menuju swasembada. Pemenuhan kebutuhan sendiri ini berlangsung pada era 1980-an. Bahkan pada tahun 1980 hingga tahun 1985 Indonesia adalah net-eksportir beras. Hal ini terjadi karena model revolusi hijau yang digalakkan pemerintah Orde Baru mulai tahun 1970-an.

Kebijakan pemerintah sejak zaman Orde Baru (Orba) hingga kini yang berdasarkan pada kepentingan pasar bebas dinilai telah menjerumuskan Indonesia dalam kemiskinan dan menjauhkan cita-cita kesejahteraan. Dampak dari revolusi hijau ternyata membuat ketergantungan pada input pertanian modern yang dianjurkannya. Kejadian ini persis terjadi hingga saat ini, pada proyeksi pertanian Indonesia yang cenderung monokultur (terutama bergantung pada beras), terdorong menggunakan teknologi, namun merugikan, yakni penggunaan pestisida dan pupuk kimia, dan lain sebagainya. Akibat penggunaan pestisida yang berlangsung terus-menerus, maka terjadilah kerusakan lingkungan (tanah, air). Tanah dan air menjadi tercemar dan daya produktivitasnya pun menjadi menurun. Produktivitas yang kurang baik dan kurang berkualitas mengakibatkan hasil panen yang sedikit. Akhirnya Indonesia mengimpor produk pertanian (beras) dari luar negeri, dan pertanian di Indonesia pun mengalami penurunan dalam produktivitas dan kualitasnya.

Dengan tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang rendah, kualitas SDM yang dihasilkan juga akan rendah, sehingga akibatnya produktivitas kerja SDM juga rendah. Berdasarkan survei internasional, saat ini Indonesia berada pada peringkat 137 dari 147 negara yang disurvei tergolong SDM rendah. Dimana SDM yang rendah atau tidak bagus akan menghasilkan produk kurang berkualitas atau dengan mutu yang rendah. Produk kualitas rendah tidak laku di pasaran sehingga membuat kinerja bisnis menurun. Kinerja bisnis menurun mempengaruhi kesejahteraan pekerja. Kesejahteraan turun biasanya membuat kinerja SDM menurun dan mengakibatkan kemiskinan. SDM Indonesia yang masih rendah mengakibatkan daya saing juga mengalami penurunan yang dibuktikan dengan banyaknya WNI yang bekerja ke luar negeri hanya menjadi pembantu rumah tangga atau buruh pabrik, dan lebih mirisnya lagi banyak orang asing yang bekerja di lembaga-lembaga atau lisensi Indonesia.

Dengan keadaan masyarakat Indonesia seperti gambaran di atas, kemiskinan juga dapat berpengaruh terhadap pola makan masyarakat Indonesia dan pengetahuan akan lingkungan pun sangat sempit. Masyarakat Indonesia lebih cepat mengadopsi fast food daripada kebiasaan pola makan sehat. Selain itu masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak terlalu memperhatikan akan kelayakan barang yang dikonsumsi misalnya dari segi kehalalan, kesehatan (kurang memperhatikan kandungan bahan kimia berbahaya yang dapat merusak kesehatan) dan ramah atau tidaknya terhadap lingkungan. Mereka hanya melihat dari harganya yang murah dan rasanya yang enak saja, dan perlu diketahui bahwa harga barang-barang yang murah tersebut kebanyakan berasal dari luar Indonesia, sehingga barang-barang yang berasal dari Indonesia kalah bersaing. Selain itu juga, kemiskinan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, hal ini dikarenakan oleh tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah. Mereka tidak mengetahui faktor-faktor yang dapat merusak lingkungan dan dampak-dampak yang akan ditimbulkan oleh kerusakan lingkungan tersebut. Dengan keadaan yang seperti ini, apakah Indonesia siap untuk menghadapi Persaingan Pasar bebas?

Standar Mutu

Dalam rangka persiapan menghadapi era perdagangan bebas, Indonesia harus berbenah diri termasuk mempersiapkan kemampuan infrastruktur teknis untuk meningkatkan mutu barang maupun jasa seiring dengan keinginan pasar. Hal ini sejalan dengan disepakatinya perjanjian General Agreement on Trade and Tariff (GATT)/ World Trade Organization (WTO) pada tahun 1997 dimana harus dihilangkan hambatan teknis yang berhubungan langsung dengan mutu barang maupun jasa merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan kelancaran perdagangan antar negara.

Meningkatkan kualitas suatu produk sangat penting dilakukan di Indonesia untuk dapat memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan, selain itu setifikat ekolabel dan label halal juga dijadikan sebagai syarat suatu produk untuk dapat masuk ke pasar bebas. Standar produk yang ditetapkan harus diuji mutunya pada Laboratorium penguji maupun laboratorium kalibrasi yang kompeten. Kompetisi laboratorium penguji maupun kalibrasi digambarkan dari pemenuhanya terhadap persyaratan standar laboratorium yang berlaku secara internasional yaitu seperti ISO IEC 17025 : 2000.

Bagi perusahaan yang bersaing di pasar global, sertifikasi ekolabel sangat penting sebagai produk ramah lingkungan. Dampak positif dari ekolabel terhadap negara produsen adalah terjaminnya standar produk dan standar lingkungan. Dampak negatif dari ekolabel terhadap negara produsen yaitu akan terjadi monopoli oleh negara-negara maju dan ketatnya pendistribusian produk, sehingga produk yang tidak berekolabel tidak dapat dipasarkan. Untuk memperoleh sertifikasi ekolabel perusahaan harus mendaftarkan perusahaannya pada tim audit ekolabel. Pada proses sertifikasi tim audit dari lembaga sertifikasi ramah lingkungan akan memeriksa perusahaan tersebut mulai dari pemeriksaan bahan baku, proses dan apakah limbah pabriknya tidak mencemari lingkungan atau tidak. Sertifikat ekolabel di Indonesia dikeluarkan oleh LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia). Sertifikat ekolabel biasanya berbeda-beda, tergantung pada negara yang mengeluarkan label tersebut. Persyaratan ekolabel tidaklah sederhana. Petani di negara berkembang seperti Indonesia dengan modal seadanya tidak akan mampu memenuhi proses ramah lingkungan, karena pasti ada saja yang kurang seperti pengetahuan yang sedikit dan modal yang seadanya dan walaupun memenuhi standar ramah lingkungan, bisa saja pihak yang berkepentingan mencari-cari kesalahan. Semakin kompleks dan beragamnya ketentuan pemberian ekolabel telah menyebabkan produk-produk negara berkembang seperti Indonesia, terutama yang dihasilkan negara kecil dan menengah, mengalami kesulitan untuk bersaing di pasar exspor dalam pasar bebas.

Selain ekolabel, pasar bebas juga harus memenuhi standar kehalalan. Standar kehalalan bukanlah masalah kehidupan secara umum karena hanya dikenal di kalangan kaum muslim. Halal menurut kitab suci umat islam (Al-Quran) adalah semua makanan yang baik dan bersih. Dalam perdagangan bebas label halal menjadi komoditas yang luar biasa di negara-negara yang mayoritas muslim. Suatu barang yang di konsumsi tidak halal akan di tolak umat islam. Untuk meyakinkan konsumen maka dalam kemasan barang sering di tulis logo halal dalam huruf arab. Selain itu label tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan dan harus ada lembaga yang mengeluarkan fatwa halal tersebut, agar tidak merugikan konsumen yang mengkonsumsi produk yang dihasilkan. Banyak negara-negara yang mayoritasnya muslim telah mencantumkan label halalnya beserta lembaga yang mengeluarkan fatwa halal tersebut, seperti malaysia mencantumkan label lahal dengan lembaga yang menguji label halal tersebut.

Kesiapan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas mulai dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Dari bagaimana memperoleh standar mutu produk, sertifikat ekolabel dan sertifikat halal.

Dalam rangka persiapan menghadapi era perdagangan bebas, Indonesia harus berbenah diri termasuk mempersiapkan kemampuan infrastruktur teknis untuk meningkatkan mutu barang maupun jasa seiring dengan keinginan pasar. Laboratorium penguji maupun laboratorium kalibrasi yang kompeten adalah salah satu infrastruktur teknis yang diperlukan keberadaanya di dalam mendukung era perdagangan bebas. Kompetisi laboratorium penguji maupun kalibrasi digambarkan dari pemenuhanya terhadap persyaratan standar laboratorium yang berlaku secara internasional yaitu ISO IEC 17025 : 2000 yang telah diadopsi menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar sistem mutu yang berisi persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh laboratorium penguji dan laboratorium kalibrasi yang ingin menerapkan sistem mutu, mempunyai kompetensi secara teknis, serta dapat menghasilkan data pengujian dan / atau kalibrasi yang valid. ISO/IEC 17025 : 2000 ini berisi semua persyaratan manajemen dan teknis yang harus dipenuhi oleh laboratorium kalibrasi.












Image







http://i111.photobucket.com/albums/n140/harifzah/Iso9001_2000_color.jpg



Macam-macam logo Standar Mutu

Ekolabel

Menyadari pentingnya isu lingkungan, maka negara-negara maju mendengungkan persyaratan ekolabel terhadap sejumlah negara-negara produsen yang umumnya negara berkembang seperti halnya Indonesia. Negara berkembang seperti Indonesia, di mana sebagian besar penduduknya miskin dan kurang mempunyai pengetahuan bagaimana cara mengolah lingkungan dengan baik, sehingga timbul salah satu perilaku-perilaku yang merusak lingkungan seperti menebang pohon sembarangan di hutan tanpa memperhatikan dampak buruk yang akan di dapatkan. Karena asal menebang pohon maka kayu yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan ekolabel, yaitu terjaminnya standar produk dan standar lingkungan, begitupun produk-produk yang dihasilkan industri masih banyak yang belum memenuhi standar ekolabel dari cara pengolahan sampai pembuangan limbah, selain itu produk pertanian juga di soroti seperti penggunaan pestida apakah sudah memenuhi standar ekolabel.

Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), merupakan salah satu kebijakan pemerintah Indonesia sebagai bagian dari upaya mengatasi permasalahan tersebut. Dimana produk yang akan diproduksi Indonesia mendapat jaminan dari LEI yang telah memenuhi stantar ekolabel. Bagi perusahaan yang bersaing dipasar global, sertifikasi ekolabel sangat penting sebagai produk. Jika produknya ingin laku di pasar bebas, seperti pemeriksaan bahan baku, proses dan apakah limbah pabriknya tidak mencemari lingkungan atau tidak. Pada sistem pertanian Indonesia, banyak petani yang masih menggunakan pestisida dan pupuk-pupuk kimia yang akan meningkatkan produksi pertanian namun, disisi lain tentu saja akan merusak ekosistem lingkungan. Namun, adanya Intensifikasi pertanian yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produksi pertanian dengan di sosialisasikannya SRI (System of Rice Intensifications) yaitu Aplikasi pertanian padi sawah dengan menerapkan prinsip intensifikasi yang bersifat efektif, efisien, alamiah, dan ramah lingkungan.























































Contoh gambar-gambar ekolable dari beberapa negara yang ada di dunia yaitu Indonesia, Israel, Australia, Taiwan, China, Nordic White Swan, European Union Ecolable, Jerman, Hongkong, Hindia, Japan, Thailand, USA, dan Aenor (Spanyol).

Label Halal

Standar kehalalan bukanlah masalah kehidupan secara umum karena hanya dikenal di kalangan kaum muslim. Halal menurut kitab suci umat islam (Al-Quran) adalah semua makanan yang baik dan bersih. Dalam perdagangan bebas label halal menjadi komoditas yang luar biasa di negara-negara yang mayoritas muslim. Suatu barang yang di konsumsi tidak halal akan di tolak umat islam. Untuk meyakinkan konsumen maka dalam kemasan barang sering di tulis logo halal dalam huruf arab. Indonesia telah mengeluarkan label halal yang telah di uji oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia). Produk yang telah di keluarkan fatwa halal oleh MUI dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan oleh MUI. Pada negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim label halal sangat diperhatikan untuk menjamin apakah produk tersebut baik dikonsumsi atau tidak. Disamping adanya label halal atau hanya mencantumkan label halal saja tidak mencantumkan lembaga yang mengeluarkan atau bertanggungjawab atas kehalalan produk tersebut, konsumen wajib menolaknya. Untuk itu label halal menjadi komoditi utama dalam memasarkan suatu produk terutama untuk dipasarkan pada negara yang mayoritas penduduknya muslim.



















Contoh gambar-gambar Logo halal yang ada dibeberapa negara antara lain Indonesia, Region Asia Selatan, Singapura, Malaysia, USA, dan Assured.

Ditingkat ASEAN, pemerintah Indonesia turut menyepakati pengembangan perdagangan 12 (duabelas) sektor prioritas yang meliputi : Electric and Electronic Equipment, Wood-based product, Automotives, Rubber-based product, Textiles and Apparels, Agro-based Products, Fisheries, e-ASEAN,Healthcare, Air Travel, Tourism,Logistics.

Meningkatnya kesadaran internasional terhadap masalah-masalah diluar aspek perdagangan yang dikaitkan dengan perdagangan internasional suatu negara seperti HAM, kepedulian terhadap lingkungan dan perburuhan atau adanya kecenderungan tuntutan akan standar dan kualitas internasional termasuk sanitary and phytosanitary yang meliputi keamanan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan sangat berpengaruh terhadap produk ekspor Indonesia.

Guna mengantisipasi keadaan tersebut di tingkat nasional Departemen Perdagangan mencanangkan pengembangan ekspor melalui sepuluh komoditi utama yaitu Udang, Kopi, Minyak Kelapa Sawit, Kakao, Karet Produk Karet, Tekstil dan Produk Tekstil, Alas kaki, Elektronik, Komponen Kendaraan Bermotor, Furniture. Sepuluh komoditi potensial yaitu Handicraft, Ikan dan Produk ikan, Medical Herb, Leather dan LP, Processed Food, Jewellery, Essential oil, Spices, Stationery non paper, Medical instrument and appliances. Serta 3 jasa yang meliputi Disain, TI, Tenaga Kerja.

Analisis

Pasar bebas menuntut produksi domestik untuk bersaing dengan produksi luar negeri baik dalam aspek harga maupun kualitas. Kondisi ini juga dapat memunculkan kemungkinan positif, masuknya produksi import mewujudkan kompetisi yang terjadi di era pasar bebas, mendorong antar produsen termasuk produsen lokal untuk menjaga bahkan meningkatkan kualitas dan mutu hasil produksi dalam harga dan kulitas kompetitif. Lemahnya kualitas SDM menjadi permasalahan utama dalam pembangunan dan daya saing Indonesia. Hal ini menyebabkan rendahnya daya saing global bangsa Indonesia. Dalam memasuki era globalisasi dan semakin terbukanya pasar dunia, Indonesia dihadapkan pada persaingan yang semakin luas dan berat. Ketidakmampuan dalam meningkatkan daya saing SDM nasional, menyebabkan semakin terpuruknya posisi Indonesia dalam kancah persaingan pasar bebas.

Dengan kondisi Indonesia saat ini, terutama dilihat dari SDM yang rendah pada dasarnya Indonesia belum siap dalam menghadapi persaingan pasar bebas. Oleh karena itu Indonesia harus waspada dalam menghadapi persaingan global ini. Untuk mempersiapkan Indonesia dalam kancah persaingan pasar bebas maka salah satu caranya yaitu dengan meningkatkan mutu SDM melalui meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Kini para orang tua mulai sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya dan di sekolah-sekolah pun sudah mulai ditanamkan life skill. Cara lainnya yaitu mempersiapkan bahasa, masyarakat Indonesia harus bisa menggunakan bahasa pengantar dalam kancah globalisasi yaitu bahasa Inggris, Mandarin dan Arab.

Untuk mengantisipasi era global (persaingan pasar bebas) Indonesia harus memperkuat kemampuan bersaing diberbagai bidang seperti mutu melalui pengembangan Sumber Daya Manusia. Dimana dalam peningkatan mutu dibutuhkan peran pendidikan. Dalam upaya peningkatan SDM, peranan pendidikan cukup menonjol. Oleh karena itu sangat penting bagi pembangunan nasional maupun daerah untuk memfokuskan peningkatan mutu pendidikan. Pendidikan yang bermutu akan diperoleh pada sekolah yang bermutu, dan sekolah yang bermutu akan menghasilkan SDM yang bermutu pula. Persiapan Indonesia dalam menghadapi persaingan pasar bebas sangat membutuhkan peran berbagai pihak diantaranya yaitu peran pendidikan, usaha kecil dan usaha besar.

Untuk menghasilkan mutu produk yang baik maka dibutuhkan SDM yang bermutu, oleh sebab itu peran pendidikan dalam peningkatan mutu SDM sangat berpengaruh dalam meningkatkan daya saing sumber daya manusia, di dalam pendidikan terdapat beberapa aspek yang berpengaruh yaitu kurikulum, sekolah dan peran kepala sekolah pun termasuk di dalamnya. Kurikulum yang digunakan hendaknya pendidikan berbasis masyarakat, pendidikan berbasis pada keterampilan hidup, dan mengacu pada kurikulum 2004 dan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan memberi wewenang kepada sekolah (guru) menyusun kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah, nasional maupun internasional dengan mengembangkan diri siswa dalam kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual.

Melalui MBS, sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) yang lebih besar dalam mengelola manajemennya sendiri. Kemandirian tersebut diantaranya meliputi penetapan sasaran peningkatan mutu, penyusunan rencana peningkatan mutu, pelaksanaan rencana peningkatan mutu dan melakukan evaluasi peningkatan mutu. Selain itu pengelolaan sekolah yang efisien dalam pendidikan, artinya pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas untuk mencapai optimalisasi yang tinggi. Di sekolah-sekolah juga mulai diberlakukannya pendidikan yang menerapkan life skill yang bertujuan untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi dan memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah dengan memberi peluang pemanfaatan sesuai dengan yang ada di masyarakat sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Di sekolah juga perlu diajarkan tentang zat-zat yang berbahaya, disini peran guru sangat dibutuhkan untuk memberitahukan kepada anak didiknya tentang zat-zat berbahaya apa saja yang tidak baik dikonsumsi. Tujuannya adalah agar siswa dapat mengetahui dan menghindari zat-zat berbahaya tersebut terutama yang terdapat dalam makanan.

Peran kepala sekolah juga mempunyai andil dalam pengawasan mutu suatu produk, kepala sekolah harus lebih selektif dalam masalah mutu makanan yang berada di lingkungan sekolah. Produk yang berada di lingkungan sekolah haruslah dengan kualitas yang baik, maksudnya agar siswa tidak sembarangan memakan makanan yang berbahaya atau makanan yang mengandung bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Dengan cara demikian siswa akan terbiasa dan bisa lebih menghargai mutu suatu produk dan hal ini akan terbawa sampai para siswa itu menjadi dewasa dan akan menjadi suatu kebiasaan.

Peningkatan mutu juga harus diawali dari sektor usaha kecil yaitu UKM dan atau industri-industri rumah tangga. Dalam usaha kecil ini diperlukannya suatu pendidikan, penyuluhan dan bantuan modal untuk melancarkan usaha kecil tersebut. Pendidikan pada usaha kecil dilakukan agar para pengusaha kecil ini tidak sembarangan dalam memproduksi suatu barang, melainkan harus memperhatikan mutu, kualitas, kelayakan/kesehatan suatu produk. Penyuluhan perlu diberikan pada unit usaha kecil, misalnya suatu produk yang diproduksi haruslah ramah lingkungan. Bagaimana proses pembuatannya dan bagaimana limbah yang dikeluarkan apakah merusak lingkungan atau tidak serta apakah kehalalan produk yang produksinya sudah terjamin atau tidak. Modal pun perlu diberikan (dalam bentuk pinjaman) untuk keberlangsungan usahanya dan untuk meningkatkan usahanya baik dalam jumlahnya maupun peningkatan mutu dan kualitasnya. Dengan demikian usaha-usaha kecil ini lebih dapat menghargai mutu suatu produk dan dapat meningkatkan mutu produknya agar dapat bersaing dengan produk-produk dari luar.

Dalam perusahaan-perusahaan besar mutu suatu produk sudah mulai diprioritaskan, karena produk dengan mutu yang baik akan lebih mampu bersaing dengan produk lainnya. Namun dalam usaha besar ini sangat diperlukannya pengawasan terhadap kegiatan produksinya. Terkait dalam kegiatan usaha besar tersebut kurang memperhatikan lingkungan, dampak-dampak kegiatan industri terhadap kerusakan lingkungan dan kadang-kadang terdapat pelanggaran serius berkaitan dengan ijin dan operasinya. Oleh karena itu dibutuhkannya pengawasan dan analisis dampak lingkungan (Amdal) terhadap perusahaan-perusahaan besar. Dengan demikian kegiatan perusahaan sedikitnya dapat diawasi mengenai berpotensi atau tidaknya suatu usaha terhadap kerusakan lingkungan. Limbah-limbah (terkait dengan pembuatan drainase) yang dikeluarkan oleh perusahaan besar apakah sudah dikendalikan dengan baik, karena hal tersebut dapat mempengaruhi suatu produk, misalnya ramah tidaknya produk tersebut terhadap lingkungan. Oleh karena itu dalam usaha besar ini diperlukan lembaga yang menjamin produknya seperti lembaga ekolabel Indonesia (LEI). Perusahaan besar juga harus memulai produknya dengan produk yang ramah lingkungan misalnya dengan produk-produk herbal dan organik serta adanya perlindungan konsumaen. Dengan adanya pengawasan tersebut usaha besar ini lebih dapat meningkatkan mutu dan kualitas produknya, dan dapat memenuhi tuntutan pasar bebas dan dapat berkompetisi dalam kancah pasar bebas.

Selain pengawasan mutu dan ekolabel dalam perdagangan bebas logo halal menjadi komoditas utama di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim. Oleh karena itu logo halal juga patut dipertimbangkan dalam memasarkan produk-produk yang akan bersaing dipasar global. Tidak hanya asal mencantumkan logo halal, namun dari kehalalan suatu produk tersebut apakah ada lembaga yang mengeluarkan label tersebut dengan kata lain lembaga mana yang bertanggungjawab atas kehalalan produk tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Kantor Menteri Negara Urusan Pangan, 1997. Kebijakan Nasional dan Program Pembinaan Mutu Pangan, Jakarta.

Hasibuan, Nurimansyah. 1993. Ekonomi Industri (Persaingan, Monopoli, dan Regulasi). Jakarta : LP3ES.

GEA (Jurnal Geografi). 2007. Industri. Bandung : Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI.

Hayati, Sri, dan Yani, Ahmad. 2007. Geografi Politik. Bandung : PT Reflika Aditama.

Sukarno, Sadono. 1994. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : Grafindo.

http://ppmb.depdag.go.id/ppmbina/index.php?option=com_frontpage&Itemid=1

http://www.majalahtrust.com/liputan_khusus/liputan_khusus/

http://www.mutucertification.com/index.php?ar_id=1215

http://www.tempointeractive.com/hg/ekbis/

http://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama

http://www.muhammads.co.cc/2007/11/peluang-dalam-era-pasar-bebas.html

http://aanrohanah.blogspot.com/2008/09/pendidikan-dan-kualitas-sdm.html

http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=3959&Itemid=335

http://likalikulaki.wordpress.com/2007/09/19/daya-saink-indonesialemahlemahlemah/

http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2002/082/kes1.html

http://www.lei.or.id/indonesia/news_detail.php?cat=1&news_id=83

http://www.perumperhutani.com/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Itemid=43&limit=1&limitstart=1

Tidak ada komentar: